Atambua, Faktantt.com – Kasus sengketa tambak garam milik Maksimus Tahoni di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) berbuntut panjang. Kuasa Hukum Maksi Tahoni, Agustinus Tulasi, resmi melaporkan sejumlah oknum polisi dari pospol mena dan polres Belu ke Propam Polda NTT dan Mabes Polri atas dugaan tindakan pemasangan garis polisi (police line) yang tidak sesuai prosedur.
Pemasangan garis polisi di areal tambak garam yang berlokasi di Desa Oepuah, Kecamatan Biboki Munleu, TTU, dilakukan oleh oknum polisi dari Pospol Mena, Polsek Biboki Selatan, dan Polres TTU pada 27 Oktober 2025.
Agustinus Tulasi menilai tindakan tersebut menyalahi prosedur karena tidak didahului dengan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap terlapor maupun saksi-saksi.
“Sejumlah oknum polisi di Pospol Mena tiba-tiba datang di lokasi bersama dengan seorang Walpri dari salah satu pejabat di Kabupaten Belu dan melakukan police line,” jelas Agustinus Tulasi, Kamis (13/11/2025).
Ia menambahkan, tindakan ini diduga melanggar kode etik kepolisian dan profesionalisme.
Laporan ke Propam Polda NTT dan Mabes Polri dibuat secara online melalui SPKT, dengan menyertakan kronologis singkat kejadian.
Agustinus Tulasi berharap Propam Polda NTT melakukan pemeriksaan secara detail terhadap oknum polisi yang diduga melakukan pelanggaran UU Kepolisian dan Peraturan Kapolri.
Sementara itu, Deny Frans Manubulu, kuasa direksi PT Bara Makmur Katulistiwa (BMK), juga merasa geram dengan lambatnya penanganan kasus dugaan penipuan yang dilaporkannya terhadap Maksimus Tahoni di Polres Belu. Deny menilai penyidik Satreskrim Polres Belu tidak serius dalam mengusut kasus yang merugikan investor PT BMK ini.
Deny melaporkan kasus ini pada 5 Oktober 2025 dengan nomor laporan STTLP/263/X/2025/SPKT/Polres Belu/Polda NTT. Ia juga mengadukan kasus ini ke Polsek Biboki Selatan, Polres TTU, dengan harapan segera diproses secara hukum.
Deny mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses hukum yang berjalan lambat dan tidak ada perkembangan signifikan. Padahal, menurutnya, semua pihak terkait telah diperiksa dan bukti kerugian pun sudah diserahkan kepada pihak kepolisian.
“Proses di Polres Belu ini sangat lambat dan terkesan jalan di tempat,” ujar Deny kepada Pikiran Rakyat NTT, Jumat (14/11/2025). Ia menambahkan, ketidakjelasan ini semakin membuat investor merasa dipermainkan.
Merasa tidak ada kejelasan dalam proses hukum di kedua Polres, Deny menegaskan bahwa pihaknya akan membawa kasus ini ke Polda NTT atau bahkan ke Polda Metro Jaya.
“Kami akan meminta agar kasus ini ditarik ke Polda NTT atau Polda Metro Jaya agar penanganannya lebih serius dan transparan,” tegasnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Kasat Reskrim Polres Belu, AKP Rio Rinaldy Panggabean, menjelaskan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan pihaknya telah memeriksa lima orang saksi. Ia menegaskan bahwa kasus ini menjadi perhatian khusus pihaknya dan akan segera dilakukan gelar perkara.***
Editor : Haman Hendrikus












