DaerahBeritaHukrimOpini

Affan Pergi, Kosmas Menderita: Kapan Keadilan Tiba di Negeri Ini?

21
×

Affan Pergi, Kosmas Menderita: Kapan Keadilan Tiba di Negeri Ini?

Sebarkan artikel ini

Kompol Kosmas K Gae.

Belu,faktantt.com- Tragedi yang menimpa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang meregang nyawa di bawah roda rantis Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta, telah mengoyak rasa keadilan kita. Lebih dari sekadar kecelakaan lalu lintas biasa, peristiwa ini membuka luka lama tentang ketidakberdayaan warga sipil di hadapan kekuatan negara, serta lemahnya mekanisme pertanggungjawaban di tubuh aparat penegak hukum. Pemecatan Kompol Kosmas K Gae, komandan rantis yang dianggap bertanggung jawab, seolah menjadi jawaban instan untuk meredam amarah publik. Namun, benarkah dengan mengorbankan satu individu, keadilan telah benar-benar ditegakkan?

Pertanyaan ini menjadi semakin relevan ketika kita melihat pengakuan Kompol Kosmas yang mengaku tidak mengetahui kejadian sebenarnya hingga video viral tersebar. Apakah ia benar-benar bersalah, ataukah ia hanya menjadi tumbal dari sistem yang lebih besar? Apakah negara telah memberikan kesempatan yang adil bagi Kompol Kosmas untuk membela diri? Atau, jangan-jangan, kita telah terburu-buru menghukum seseorang tanpa mempertimbangkan seluruh fakta dan konteks yang ada?

Untuk memahami kompleksitas persoalan ini, kita perlu melihatnya melalui lensa teori keadilan dan tanggung jawab negara.

Pertama, mari kita bedah tragedi ini menggunakan Teori Keadilan Distributif dari John Rawls. Teori ini menekankan bahwa keadilan haruslah merata bagi seluruh anggota masyarakat, tanpa memandang status sosial, ekonomi, maupun jabatan. Dalam konteks kasus Affan, keadilan distributif menuntut agar negara memberikan perlindungan yang sama bagi seluruh warganya, termasuk para pengemudi ojek online yang rentan terhadap risiko kecelakaan. Negara juga harus memastikan bahwa setiap individu yang diduga melakukan pelanggaran hukum mendapatkan hak yang sama untuk diperiksa dan diadili secara adil.

Baca Juga:  Korban Banjir Nagekeo Meradang: Keluhkan Bantuan yang Tak Kunjung Datang, 'Kami Seperti Ditinggalkan!'

Namun, dalam praktiknya, kita melihat adanya ketimpangan dalam penerapan keadilan. Affan, sebagai warga sipil biasa, menjadi korban dari tindakan aparat negara yang seharusnya melindungi. Sementara itu, Kompol Kosmas, meskipun seorang perwira polisi, juga seolah menjadi korban dari tekanan publik dan kepentingan politik. Keadilan distributif sepertinya belum sepenuhnya terwujud dalam kasus ini.

Kedua, mari kita telaah tanggung jawab negara dalam tragedi ini dengan menggunakan Teori Tanggung Jawab Negara yang dianut dalam hukum internasional. Sebagaimana tertuang dalam Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts yang dikeluarkan oleh International Law Commission, negara bertanggung jawab atas setiap tindakan atau kelalaian yang dilakukan oleh organ negaranya yang melanggar kewajiban internasional. Dalam kasus Affan, tindakan rantis Brimob yang menyebabkan hilangnya nyawa warga sipil dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang menimbulkan tanggung jawab negara.

Baca Juga:  BKH Bersuara, Minta Kapolri Batalkan Pemberhentian Kompol Kosmas

Namun, tanggung jawab negara tidak hanya terbatas pada penegakan hukum terhadap pelaku lapangan. Lebih dari itu, negara memiliki kewajiban untuk memberikan kompensasi yang layak kepada keluarga korban, melakukan investigasi yang transparan dan akuntabel, serta menjamin bahwa kejadian serupa tidak akan terulang kembali di masa depan. Negara juga harus memastikan bahwa setiap aparaturnya memiliki standar operasional yang jelas dan memadai, serta mendapatkan pelatihan yang cukup untuk menghindari tindakan-tindakan yang membahayakan keselamatan warga sipil.

Ironisnya, dalam kasus Affan, negara seolah lepas tangan dengan hanya memfokuskan diri pada penghukuman Kompol Kosmas. Padahal, akar masalahnya jauh lebih kompleks dan mendalam. Ada persoalan sistemik dalam tubuh Polri, mulai dari kurangnya pengawasan, lemahnya penegakan disiplin, hingga budaya impunitas yang masih mengakar kuat. Persoalan-persoalan inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian negara, bukan hanya sekadar mencari kambing hitam untuk menenangkan publik.

Kita tidak bermaksud membela Kompol Kosmas, jika ia terbukti bersalah, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Namun, kita juga tidak ingin melihat seorang individu dikorbankan demi menutupi borok dalam sistem yang lebih besar. Keadilan harus ditegakkan secara menyeluruh, bukan hanya secara parsial.

Baca Juga:  DPRD NTT Terima Tunjangan Fantastis di Tengah Kemiskinan Ekstrem

Tragedi Affan dan pemecatan Kompol Kosmas adalah cermin bagi kita semua. Bahwa keadilan itu mahal, bahwa nyawa manusia itu berharga, dan bahwa negara bertanggung jawab untuk melindungi warganya. Keadilan tidak boleh hanya menjadi slogan kosong, tetapi harus menjadi реаlitas yang dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat.

Lantas, kapan keadilan akan benar-benar tiba di negeri ini? Jawabannya ada di tangan kita semua. Mulai dari para penegak hukum, politisi, media, hingga masyarakat sipil, kita semua memiliki peran untuk mewujudkan keadilan yang sejati. Kita harus berani melawan ketidakadilan, berani mengkritisi kebijakan yang salah, dan berani menyuarakan kebenaran.

Hanya dengan cara itulah, kita dapat memastikan bahwa tragedi Affan tidak akan terjadi lagi di masa depan. Hanya dengan cara itulah, kita dapat membangun negara yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh warganya. Semoga, keadilan segera tiba di negeri ini, dan semoga arwah Affan tenang di sisi-Nya.

Opini :Lejap Yuliyant Angelomestius, S. Fil

Editor : Haman Hendrikus 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *