BeritaDaerahNTTOpiniPolitik

Kegagalan Seleksi CP3K Belu: Indikasi Strategi “Kudatroya” Sekda Patut Diwaspadai!

196
×

Kegagalan Seleksi CP3K Belu: Indikasi Strategi “Kudatroya” Sekda Patut Diwaspadai!

Sebarkan artikel ini

Oleh: Andre Baros (Pegiat Media Sosial dan Aktivis)

Belu, faktantt .com- Pembatalan kelulusan 72 Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPK) di Kabupaten Belu telah menimbulkan gejolak publik. Bukan hanya karena kerugian yang dialami para peserta, tetapi juga karena terungkapnya indikasi “strategi licik Kudatroya”—upaya manipulatif dan terselubung untuk menghindari tanggung jawab—yang diduga dimainkan oleh oknum pejabat, khususnya Sekretaris Daerah (Sekda).

Peristiwa ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan gejala sistemik yang menggerogoti pemerintahan yang baik.

Di media sosial seperti grup politik pada Facebook, WhatsApp masyarakat kemudian menyoroti persoalan ini yang mengarah pada lemahnya pengawasan Sekda atas proses seleksi.

Melihat dari tupoksi Bupati dan Sekda, Sekda-lah yang patut dikritik karena meski tak langsung terlibat dalam seleksi teknis, ia bertanggung jawab atas pengawasan dan koordinasi agar proses berjalan sesuai aturan dan transparan.

Kegagalan memastikan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menjalankan prosedur dengan benar merupakan bukti nyata ketidakmampuan menjalankan Tupoksinya.

Pembatalan kelulusan 72 CP3K bukan hanya kerugian materiil, tetapi juga representasi ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Transparansi dan akuntabilitas menjadi tanda tanya besar. Adakah upaya menutupi kesalahan, bahkan dugaan penyimpangan?

Baca Juga:  Kanwil Kemenkumham NTT: Pos Bantuan Hukum Wujud Cinta Negara Bagi Masyarakat

Sekda tampak memainkan peran Kudatroya, memindahkan beban kesalahan pada pihak lain alih-alih bertanggung jawab atas kegagalan pengawasannya. Ini bukan sekadar kurangnya kepemimpinan, tetapi juga indikasi niat jahat untuk melindungi kepentingan tertentu.

Dalam pemerintahan ideal, Sekda adalah jembatan antara kepala daerah dan aparatur, memastikan semua proses berjalan sesuai aturan dan transparan. Kegagalannya dalam mengawasi seleksi CP3K menunjukkan kelemahan sistemik yang harus segera diperbaiki. Ini bukan masalah individu, melainkan masalah sistem yang butuh reformasi menyeluruh.

Teori birokrasi Weberian menekankan pentingnya struktur organisasi yang jelas, aturan tegas, dan pengawasan ketat. Kasus Belu menunjukkan lemahnya penerapan teori tersebut. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas telah menciptakan celah bagi praktik-praktik menyimpang. Pandangan ahli pemerintahan seperti Douglass C. North menekankan pentingnya institusi kuat dalam menciptakan lingkungan kondusif untuk pembangunan ekonomi. Namun, kelemahan institusi, terutama dalam pengawasan dan akuntabilitas, menghambat pembangunan dan menimbulkan ketidakadilan.

Baca Juga:  Bergerak Cepat, Polres Belu Bongkar Kandang Judi Ayam di Sukabitetek

Lebih jauh, pembatalan kelulusan menimbulkan dampak psikologis serius bagi peserta. Harapan dan cita-cita mereka hancur. Ini menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam pengambilan kebijakan publik.

Ketidakmampuan Sekda mengelola proses seleksi menunjukkan kurangnya kapasitas dan kompetensi kepemimpinan, melibatkan etika dan moral. Sekda seharusnya menjadi teladan dalam pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Keputusan Bupati membatalkan kelulusan tanpa evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Sekda menunjukkan kelemahan dalam mekanisme pengambilan keputusan. Ini merupakan ketidakadilan yang nyata.

Kasus ini membuka mata kita tentang perlunya reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Strategi licik “Kudatroya” tidak boleh dibiarkan berulang. Investigasi menyeluruh dan transparan sangat diperlukan untuk mengungkap semua fakta dan memberikan sanksi tegas. Transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan menjadi penting. Kasus ini menunjukkan sebaliknya: kurangnya transparansi dan akuntabilitas menciptakan ruang bagi praktik-praktik tidak sehat.

Kita berharap kasus ini berlanjut pada investigasi menyeluruh dan reformasi sistem kepegawaian. Keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan. Kinerja Sekda dan semua pihak terlibat harus dievaluasi secara menyeluruh. Mereka harus bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan yang dilakukan. Tidak boleh ada tempat bagi mereka yang bermain curang dan mengkhianati amanah rakyat.

Baca Juga:  Tour de NTT Jadi Pelajaran di Luar Kelas: Pemda Belu Ingin Siswa Kenal Balap Sepeda

Langkah konkret berupa investigasi, evaluasi, dan sanksi tegas adalah kunci untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Pemerintah Kabupaten Belu harus menunjukkan komitmen dalam membangun pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat untuk lebih aktif mengawasi pemerintahan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk mencegah praktik-praktik tidak sehat.

Semoga kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem kepegawaian dan pemerintahan di Kabupaten Belu, dan menjadi contoh bagi daerah lain untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Reformasi birokrasi bukan hanya slogan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Kita semua bertanggung jawab menciptakan pemerintahan yang bersih dan melayani kepentingan rakyat. Ketegasan menindak oknum yang melakukan pelanggaran adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik. Kasus ini harus menjadi titik balik menuju pemerintahan yang lebih baik dan berkeadilan.

editor: Haman Hendriques 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *