Aktivis muda NTT, Jello Lejap
Atambua, faktantt.com – Kasus Augusto Goveia Leite di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), tengah menjadi sorotan tajam. Awalnya dilaporkan atas dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur, kasus ini kini semakin rumit dengan munculnya laporan terpisah tentang pengeroyokan yang dialami Augusto sendiri. Dua laporan polisi yang saling berkaitan ini telah memicu pertanyaan serius mengenai proses penegakan hukum dan memunculkan kecurigaan akan adanya potensi cacat hukum.
Aktivis muda NTT, Jello Lejap telah secara terbuka mempertanyakan lemahnya bukti yang mendasari penahanan Augusto terkait dugaan pencabulan. Mereka meragukan terpenuhinya syarat objektif dan subjektif penahanan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketiadaan bukti fisik yang kuat, seperti visum et repertum, dan potensi adanya tekanan terhadap saksi kunci menjadi sorotan utama.
Laporan polisi terkait pengeroyokan yang dialami Augusto pada 23 Juni 2025 di Haekriit Manleten Barat, Kecamatan Tasifeto Timur, semakin memperumit situasi. Terduga pelaku pengeroyokan, termasuk ayah dari korban dugaan pencabulan (DW), telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Augusto sendiri mengklaim telah menjalin hubungan asmara dengan DW selama lebih dari dua tahun, hubungan yang diketahui oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Perselisihan terkait telepon seluler dan pesan-pesan di aplikasi percakapan diduga menjadi pemicu pengeroyokan.
Lejap menekankan pentingnya bukti yang kuat dan memadai untuk mendukung tuduhan pencabulan. IA mempertanyakan kredibilitas keterangan korban jika terdapat potensi tekanan. Lebih jauh, IA mempertanyakan apakah saksi-saksi yang terlibat dalam pengeroyokan secara langsung menyaksikan tindakan pencabulan. Ketiadaan bukti tersebut, menurut mereka, dapat melemahkan tuduhan pencabulan yang dilayangkan kepada Augusto.
lejap menambahkan, “Kasus ini menunjukkan kelemahan dalam sistem peradilan kita. Dua laporan polisi yang saling terkait memerlukan penyelidikan yang sangat teliti dan objektif. Kita harus memastikan bahwa semua bukti diperiksa secara menyeluruh tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun.” Ia juga menekankan pentingnya perlindungan hak asasi manusia (HAM) baik bagi terduga pelaku maupun korban.
aktivis ini bukan hanya mempertanyakan bukti, tetapi juga mendesak transparansi dari pihak kepolisian terkait proses penyelidikan. IA menekankan pentingnya prinsip praduga tak bersalah hingga terbukti bersalah di pengadilan. Sikap para aktivis yang vokal menyuarakan keprihatinan ini pun menimbulkan pertanyaan: apakah mereka sebenarnya membela terduga pelaku atau hanya memperjuangkan penegakan hukum yang adil dan transparan?
Publik kini menunggu hasil penyelidikan yang komprehensif dan objektif. Kasus Augusto Goveia Leite menjadi ujian bagi penegak hukum di Belu, NTT, untuk membuktikan komitmen mereka dalam menegakkan hukum secara adil dan tanpa pandang bulu. Perhatian publik dan pengawasan ketat terhadap proses hukum sangat diperlukan untuk memastikan tidak ada pelanggaran HAM dan agar keadilan benar-benar ditegakkan.
Kasus ini menyoroti pentingnya bukti yang kuat dalam proses hukum dan perlunya perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi semua pihak yang terlibat. Kejelasan dan transparansi dalam proses penyelidikan menjadi kunci untuk mencegah potensi kesewenang-wenangan dan memastikan tegaknya keadilan.
Editor : Haman Hendriques

Laporkan
Redaksi










