foto ilustrasi maladministrasi seleksi PPPK
Atambua,faktantt.Com – Proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2024, kembali diwarnai kontroversi. Temuan kejanggalan dalam proses verifikasi administrasi memicu kekecewaan dan kemarahan di kalangan calon peserta PPPK. Banyak calon peserta yang tidak memenuhi persyaratan administrasi, terutama terkait pengalaman kerja, justru lolos seleksi. Parahnya lagi, beberapa di antaranya bahkan baru bekerja di instansi pemerintah selama satu tahun, sementara persyaratan resmi mensyaratkan minimal dua tahun pengalaman kerja.
Berdasarkan pengumuman resmi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Kabupaten Belu, calon peserta PPPK diwajibkan memiliki pengalaman kerja yang relevan dengan jabatan yang dilamar. Bagi jabatan pelaksana, jabatan fungsional jenjang Pemula, terampil dan ahli pertama, persyaratannya adalah minimal dua tahun pengalaman kerja. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara persyaratan yang ditetapkan dengan hasil verifikasi administrasi.
“Kami sangat kecewa dengan temuan ini. Bagaimana bisa calon peserta yang tidak memenuhi syarat justru lolos administrasi?” ujar salah seorang calon peserta PPPK yang enggan disebutkan namanya. “Kami telah memenuhi semua persyaratan, termasuk persyaratan pengalaman kerja, namun tidak lolos administrasi. Ini sangat tidak adil,” tambahnya.
Kekecewaan dan kemarahan calon peserta semakin memuncak ketika muncul dugaan kuat bahwa malaadministrasi terjadi di era pemerintahan Bupati Belu sebelumnya, dr. Agustinus Taolin. Dugaan ini semakin menguat karena panitia seleksi PPPK Kabupaten Belu hingga saat ini belum memberikan klarifikasi resmi terkait temuan tersebut. Mereka juga belum memberikan tanggapan atas pertanyaan dari para calon peserta mengenai lolosnya calon peserta yang tidak memenuhi syarat.
Kondisi ini memicu kecurigaan dan memperkuat dugaan adanya ketidakberesan dalam proses seleksi PPPK di Kabupaten Belu. Kejadian ini mengungkap sisi gelap proses seleksi PPPK di Kabupaten Belu yang jauh dari kata transparan dan adil.
Kondisi ini mendesak perlunya pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat terhadap proses seleksi PPPK di seluruh Indonesia, guna memastikan bahwa proses seleksi berlangsung secara transparan, adil, dan objektif. Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa dan menjaga kredibilitas proses seleksi PPPK, panitia seleksi harus lebih teliti dalam melakukan verifikasi data calon peserta. Mereka juga harus memastikan bahwa proses seleksi dilaksanakan secara transparan dan adil, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan di kalangan calon peserta.
Peristiwa ini juga menjadi momentum bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan perhatian terhadap proses seleksi PPPK. Instansi pemerintah perlu memastikan bahwa proses seleksi PPPK dilakukan dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap proses seleksi PPPK.
Seleksi PPPK merupakan proses penting dalam menentukan kualitas dan kompetensi calon Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh karena itu, proses seleksi harus dilakukan dengan penuh integritas dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Instansi pemerintah dan panitia seleksi PPPK memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa proses seleksi berlangsung dengan transparan, adil, dan objektif.
Diharapkan kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam proses seleksi PPPK. Ke depannya, proses seleksi diharapkan dapat berlangsung dengan lebih transparan, adil, dan objektif, sehingga menghasilkan calon PNS yang berkualitas dan kompeten.
Editor : Haman Hendriques